EPISTIMOLOGI KOMUNIKASI SEBAGAI DISIPLIN BERFIKIR MENGASILKAN TEORI (ILMU)
KOMUNIKASI.
Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan (informasi/message) dari komunikator/sumber kepada komunikan.penerima melalui media tertentu untuk menghasilkan efek/tujuan tertentu dengan mengharapkan feedback/umpan balik.
nsur-unsur komunikasi
1.
Penyampai pesan/komunikator/sumber/Source
2. Pesan/Message
3. Penerima pesan/Receiver
4. Media/Channel
5. Efek/tujuan/Destination
6. Umpan balik/Feedback
7. Gangguan/Noise
JENIS KOMUNIKASI
1.
Kom. Intrapersonal
2. Kom. Interpersonal/Antarpersonal
3. Kom. Kelompok
4. Kom. Organisasi
5. Kom.
Massa
Epistemologi;
merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan
pengetahuan manusia (a branch of philosophy that investigates the origin,
nature, methods and limits of human knowledge).
Epistemologi berkaitan dengan penguasaan pengetahuan dan lebih fundamental lagi bersangkutan dengan kriteria bagi penilaian terhadap kebenaran dan kepalsuan, tepat apabila dihubungkan dengan metodologi.
Metode; adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang matang dan mapan, sistematik dan logis.
Pada dasarnya metode ilmiah dilandasi :
- Kerangka pemikiran yang logis;
- Penjabaran hipotesis yang merupakan deduksi dan kerangka pemikiran;
- Verifikasi terhadap hipotesis untuk menguji kebenarannya secara faktual.
Jujun S Suriasumantri, mengemukakan akronim metode ilmiah yang dikenal sebagai logicohypotetico verifikasi, kerangka pemikiran yang logis mengandung argumentasi yang dalam menjabarkan penjelasannya mengenai suatu gejala bersifat rasional.
Lanigan, mengatakan bahwa dalam prosesnya yang progresif dari kognisi menuju afeksi yang selanjutnya menuju konasi, epistemology berpijak pada salah satu atau lebih teori kebenaran.
Dikenal empat teori kebenaran, sebagai berikut :
1) Teori koherensi; suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
2) Teori korespondensi; suatu pernyataan adalah benar jikalau materi yang terkena oleh persyaratan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan itu.
3) Teori pragmatik; suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia.
Epistemologi berkaitan dengan penguasaan pengetahuan dan lebih fundamental lagi bersangkutan dengan kriteria bagi penilaian terhadap kebenaran dan kepalsuan, tepat apabila dihubungkan dengan metodologi.
Metode; adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang matang dan mapan, sistematik dan logis.
Pada dasarnya metode ilmiah dilandasi :
- Kerangka pemikiran yang logis;
- Penjabaran hipotesis yang merupakan deduksi dan kerangka pemikiran;
- Verifikasi terhadap hipotesis untuk menguji kebenarannya secara faktual.
Jujun S Suriasumantri, mengemukakan akronim metode ilmiah yang dikenal sebagai logicohypotetico verifikasi, kerangka pemikiran yang logis mengandung argumentasi yang dalam menjabarkan penjelasannya mengenai suatu gejala bersifat rasional.
Lanigan, mengatakan bahwa dalam prosesnya yang progresif dari kognisi menuju afeksi yang selanjutnya menuju konasi, epistemology berpijak pada salah satu atau lebih teori kebenaran.
Dikenal empat teori kebenaran, sebagai berikut :
1) Teori koherensi; suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
2) Teori korespondensi; suatu pernyataan adalah benar jikalau materi yang terkena oleh persyaratan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan itu.
3) Teori pragmatik; suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia.
Metode-metode
untuk memperoleh pengetahuan
a. Empirisme
Empirisme
adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh
pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania,
mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan
yang kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat
pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita
diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang
diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana
tersebut.
Ia
memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima
hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun
rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi
yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun
objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak kembali
secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah
pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.[1]
b.
Rasionalisme
Rasionalisme
berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena
rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling
dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme
yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di
dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang
sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di
dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja. [2]
c.
Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang
pengalaman. Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri
merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk
pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu
kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti
keadaannya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak
kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi
Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan
didasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para
penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya
sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.
d. Intusionisme
Menurut
Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan
seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan,
tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan
intuitif.
Salah
satu di antara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah,
paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman
yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat
merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang
dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa
pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus
meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif.
Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman
inderawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intusionisme –
setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk-hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang
lengkap di peroleh melalui intuisi, sebagai lawan dari pengetahuan yang
nisbi-yang meliputi sebagian saja-yang diberikan oleh analisis. Ada yang
berpendirian bahwa apa yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak
belaka, sebagai lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan.
Mereka mengatakan, barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang
menampak kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita
keadaanya yang senyatanya.
e. Dialektis
Yaitu
tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode penuturan serta analisis
sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melekukan
perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak
tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan,
bertolak paling kurang dua kutub
Paradigma Pendekatan Komunikasi:
Penelitian komunikasi
dapat dilakukan dengan menggunakan 2
(dua)
pendekatan tunggal yang
berbeda karaktersitiknya, yaitu
pendekatan kuantitatif (objectivist) dan pendekatan kualitatif (subjectivist). Secara umum dapat dipahami bahwa penelitian komunikasi dengan
pendekatan objectivist
berhubungan dengan pengujian
hipotesis dan data yang
dikuantifikasikan
melalui
penggunaan
teknik-
teknik pengukuran yang obyektif
dan analisis
statistik. Sedangkan penelitian komunikasi dengan
pendekatan
subjectivist memiliki keterkaitan dengan
analisis data visual dan data
verbal yang merupakan cerminan dari pengalaman sehari-hari.
Perbedaaan antara penelitian
komunikasi objectivist dengan subjectivist ditandai oleh
adanya paradigma sebagai pijakan filosofis yang
memandu peneliti
dalam menjalankan aktivitas penelitiannya. Paradigma
dimengerti sebagai
sistem keyakinan dasar (basic
belief system)
yang dicirikan
oleh
asumsi-asumsi ontologi, epistemologi,
aksiologi dan
metodologi. Asumsi ontologi berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang
sifat realitas (being), asumsi epistemologi membahas pertanyaan-pertanyaan tentang
relasi antara peneliti dengan fenomena
yang diteliti
(knowing), asumsi aksiologi berhubungan
dengan pertanyaan-
pertanyaan mengenai peran nilai (value) dan
asumsi metodologi
mengkaji pertanyaan-pertanyaan tentang proses penelitian.
TABEL 5
KARAKTERISTIK PENDEKATAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF
Asumsi
|
Pertanyaan
|
Kuantitatif
|
Kualitatif
|
Ontologi
|
Sifat realitas
|
Bersifat obyektif dan tunggal, terpisah dari penelitinya.
|
Bersifat subyektif dan banyak,
seperti yang dipahami
setiap orang.
|
Epistemologi
|
Hubungan peneliti
dengan realitas
|
Bersikap independen terhadap realitas yang diteliti.
|
Berinteraksi dengan realitas yang diteliti.
|
Aksiologi
|
Peran nilai
|
Bebas nilai dan tidak bias.
|
Sarat nilai dan
bias.
|
Retorika
|
Bahasa penelitian
|
Formal, berdasarkan pada seperangkat definisi.
|
Informal dan bersifat
personal.
|
Metodologi
|
Proses penelitian
|
Deduktif, sebab-akibat, disain
statis, bebas konteks,
generalisasi.
|
Induktif, simultan, disain
muncul, terikat
konteks, teori- teori
dikembangkan untuk menciptakan pemahaman.
|
Sumber: John W. Cresswell, Research Design, Qualitative & Quantitative Approaches, 1994:
5.
Paradigma merupakan konstruksi manusia
(human construction),
yaitu
gagasan
yang merepresentasikan
beragam
cara yang dilakukan peneliti untuk
memahami “dunia” (realitas). Sebagai konstruksi manusia, paradigma tidak dipahami dalam
lingkup benar atau salah. Paradigma
adalah “cara melihat” (way of looking) realitas, sehingga perlu dimengerti dalam
konteks
kegunaannya. Melalui paradigma, peneliti bisa menetapkan pijakan teori
dan metoda penelitian yang digunakan.
Dalam konteks pertimbangan epistemologi (pertanyaan-pertanyaan mengenai penciptaan
dan perkembangan pengetahuan),
Miller
(2005: 28-29) menjelaskan
posisi antara Objectivist dan Subjectivist dalam epistemologi yang
meliputi jenis pengetahuan yang diperoleh melalui
teori,
komitmen metodologi dalam pencarian
pengetahuan dan tujuan pengetahuan untuk pengembangan teori.
Sebagai catatan pelengkap guna
memahami relasi
antara paradigma penelitian dengan pemikiran
teoritik tentang komunikasi, ada gagasan menarik
yang dikemukakan oleh James
Anderson, akademisi
komunikasi dari Universitas Utah (dalam Griffin, 2006: 517-518). Anderson melakukan
klasifikasi teori-teori
komunikasi berdasarkan
perspektif Objective dan Interpretive.
Dalam pandangan Anderson,
para teoritisi
Objective meyakini adanya
kesatuan dalam ilmu (unity of science). Mereka memahami fisika, biologi, psikologi
dan komunikasi hanyalah
sebagai “jendela-jendela” yang berbeda untuk melihat realitas fisik yang bersifat
tunggal. Sedangkan para teoritisi Interpretive
meyakini adanya ranah (domain)
yang beragam. Mereka tidak meragukan adanya realitas material. Tidak ada yang obyektif tentang tanda-tanda (signs) dan maknanya. Ranah
sosial terpisah dari bidang material.
Teoritisi Objective memahami realitas yang tunggal, independen dan otonom. Sebaliknya, teoritisi Interpretive
mengasumsikan
bahwa realitas sosial
merupakan sebuah status yang diberikan. Interpretasi adalah sebuah pencapaian manusia yang menciptakan data. Teks tidak pernah menginterpretasikan
dirinya sendiri.
TEORI-TEORI
KOMUNIKASI MASSA
1.
Hypodermic Needly
Theory(Jason dan Anne Hill, 1997)
Teori yang mengasumsikan bahwa para
pengelola media dianggap lebih pintar dibandingkan audience. Akibatnya, audience
dapat dikelabui dengan sedemikian rupa dari apa yang disiarkannya. Teori ini
mengasumsikan media massa mempunyai pemikiran bahwa audience bisa ditundukkan
atau bisa dibentuk dengan cara apapun yang dkehendaki oleh media. (jarum
hipodermik).
2.
Cultivation Theory
(Prof. George Gerbner)
Teori yang memfokuskan kajiannya pada
studi televisi dan audience yang mana televisi menjadi media atau alat utama
dimana persepsi yang akan terbangun di benak penonton tentang masyarakat dan
budaya sangat di tentukan oleh televisi.
3.
|
|
|||||||||
4.
Media Equation
Theory (Byron Reeves dan Clifford)
Teori yang mengasumsi bahwa media diibaratkan manusia.
Teori ini memperhatikan bahwa media juga dapat diajak berbicara. Media bisa
menjadi lawan bicara individu seperti dalam komunikasi interpersonal yang melibatkan
dua orang dalam keadaan face to face.
Misalnya, kita berbicara (meminta pengolahan data) dengan computer seolah-olah
computer itu manusia. Kita juga menggunakan media lain untuk berkomunikasi.
Bahkan kita berperilaku secara tidak sadar seolah-olah media itu adalah
manusia.
5.
Spiral Of Silence Theory/spiral keheningan
(Elizabet Noelle-Neumann)
Teori yang
menyembunyikan pendapat dan pandangannya ketika berada dalam kelompok
mayoritas. Yang mana alasannya agar diterima dalam kelompok mayoritas,
6.
Tecnological
Determinisme Theory (Marshall McLuhan, 1962)
Teknologi yang
membentuk individu bagaimana cara berpikir, berperilaku dalam masyarakat, dan
teknologi tersebut akhirnya mengarahkan manusia untuk bergerak dari satu abad
teknologi ke abad teknologi yang lain.
7.
Diffusion of
innovation theory (Roger dan Shoemaker, 1971)
Teori yang mana adanya
inovasi(penemuan), lalu disebarkan (difusi) melalui media massa akan kuat
memengaruhi massa untuk mengikutinya. peran pemimpin opini dalam memengaruhi
sikap dan perilaku masyarakat. Artinya, media massa mempunyai pengaruh yang
kuat dalam menyebarkan penemuan baru.
8.
Uses and
Gratifications Theory (Herbert Blumer dan Elihu Katz, 1974)
Pengguna media
memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata
lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna
media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha
memenuhi kebutuhannya. Artinya, teori uses and gratifications mengasumsikan
bahwa pengguna mempunyai pilihan alternative untuk memuaskan kebutuhannya.
9.
Agenda Setting
Theory (Max McCombs dan Shaw, (1973)
Secara singkat teori
penyusunan agenda ini mengatakan media tidak selalu berhasil memberitahu apa
yang kita pikir, tetapi media tersebut benar-benar berhasil memberitahu kita
berpikir tentang apa. Media massa mengarahkan kita pada apa yang harus kita
lakukan. Media memberikan agenda-agenda melalui pemberitaannya, sedangkan masyarakat
akan mengikutinya.menurut asumsi teori ini media mempunyai kemampuan untuk
menyeleksi dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa
tertentu. Media mengatakan pada kita apa yang penting dan apa yang tidak
penting. Media pun mengatur apa yang harus kita lihat, tokoh siapa yang harus
kita dukung (apa yang diberitakan oleh media, maka pembicaraan masyarakat juga
sama seperti yang diagendakan media.[3]
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Cresswell, John
W. Research
Design, Qualitative & Quantitative Approaches, Thousand Oaks,
California, Sage Publications, Inc., 1994.
2.
Griffin, Em. A First Look At Communication Theory,
Sixth Edition, New York,
McGraw-Hill, 2006.
3.
Miller, Katherine. Communication Theories, Perspective,
Processes, and
Contexts, Second Edition, New York, The McGraw-Hill
Companies, Inc., 2005.
4.
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar