Sabtu, 18 Januari 2014

UNTUK APA ETIKA KOMUNIKASI (PERLUNYA ETIKA KOMUNIKASI)




 PERLUNYA ETIKA KOMUNIKASI
Etika komunikasi diperlukan untuk membantu menjernihkan pertimbangan agar bisa mengambil keputusan yang tepat sehingga menjadi sarana yang efektif dalam pendidikan. Selain itu juga mampu membuka peluang untuk bisa memperbaiki nasib seseorang atau kelompok. Seseorang yang memiliki akses informasi akan memudahkannya untuk mendapatkan kekuasaan atau mempertahankannya. Informasi yang benar menghidarkan salah paham dan menjadi sarana penting untuk menciptakan perdamaian.
Media digunakan untuk menyampaikan dan menciptakan informasi. Walaupun kebenarannya tidak dijamin karena adanya pertarungan kepentingan dalam hal politik, ekonomi, atau budaya yang pada akhirnya hak public akan informasi yang dirugikan. Bahkan pertimbangan pendidikan, pencerahan, analisis kritis, dan hiburan yang sehat diabaikan demi keuntungan semata yang diakibatkan oleh kuatnya tuntutan pasar sehingga merubah sistem media(organisasi komunikasi public).
1.      Informasi sebagai komoditi dan mimetisme.
            Untuk mendapatkan perhatian penuh, diantara media sendiri terjadi persaingan.  Seperti logika simulasi (j. baudillard), orang tidak akan pernah sapai pada kebenaran karena antara realitas, representasi, hiperrialitas atau tipuan tidak bisa dicek dan dibedakan lagi. Pesaingan menghalalkan segala cara.
Di satu sisi, persaingan itu mendorong kreativitas; di sisi lain, persaingan itu juga diikuti oleh semacam mimetisme. Mimetisme adalah gairah yang tiba-tiba menghingggapi media dan mendorongnya, sepertinya sangat urgen bergas untuk meliput kejadian karena media lain, terutama yang menjadi acuan, menganggapnya penting. Jadi, media saling membangkitkan keingintahuan di kalangan mereka sendiri, menaikkan penawaran dan membiarkan diri dibawa oleh hasrat untuk memberi informasi yang serba lebih, tetapi karena tekanan persaingan, mereka dilontarkan sampai pada tingkat yang mengerikan, bahkan sampai dengan cara yang licik.
2.      Media mengubah integrasi social, reproduksi budaya, dam partisipasi politik.
Media menyebarkan keseluruh tubuh social tidak hanya ide pembebasan, tetapi juga nilai-nilai hedonis sehingga akhirnya mempengaruhi integrasi social. Integrasi social menghadapi kendala dalam bentuk individualisme narcisik.
Dalam reproduksi budaya(produksi budaya), tekanannya harus selalu bergerak, selalu berubah bukan untuk suatu tujuan utopias tertentu, tetapi karena diarahkan oleh efektivitas dan tuntutan agar bisa bertahan hidup (G. Lipovetsky, 2004: 79). Kultus teknologi mengalahkan tujuan dan idealism. Maka, dalam media, teknik presentasi sering mengalahkan isi berita atau pesan yang mau disampaikan. Rasionalisme instrumental sangat mewarnai media massa.
            Mc Luhan mengatakan bahwa pesan yang sebenarnya bukan isi yang mengungkapkan suara dan gambar, tetapi skema yang dikaitkan dengan esensi teknikmedia itu sendiri yang berupa transisi normal dan diprogram berdasar pada abstraksi.  Maksudnya, isi wacana iklan langsung yang mendorong konsumsi. Iklan menjadi efektif karena memaksa melalui trnsisi sistematis, berita sehari-hari, peritiwa dengan tontonan, informasi dan iklan.
            Dalam iklan, fungsi komunikasi massa iklan bukan berasal dari isinya, bukan tujuan ekonomi atau psikologi, bukan public, tetapi dari logika medium itu sendiri.
3.      Dilemma media massa
Idealism media menuntut peran sebagai sarana pendidikan agar pembaca, pemirsa atau pendengar semakin memiliki sikap kritis, kemandirian, dan kedalaman berpikir; disisi lain, pragmatisme ekonokmi memaksa media mengadopsi logika mode yang terpatri pada yang spektakuler, sensasional, superfisial, dan pesan yang beragam.
4.      Pentingnya pencitraan
Media mampu menyebarkan ke seluruh tubuh social nilai pembebasan dan kesetaraan sehingga lebih banyak orang yang menyadari; dilain pihak media juga gencar menyebarkan dan menawarkan nilai hedonis. mempengaruhi dan membentuk citra bergeser menjadi obsesi media. Pencitraan mendiskualifikasi kategori kebenaran sehingga tidak bisa lagi dibedakan antara realitas, representasi, simulasi, kepalsuan, dan hiperrealitas (J. baudrillard, 1981: 17).
            J. baudrillard menjelaskan empat fase citra:
a)      representasi dimana citra merupakan cermin suatu realitas
b)      ideology dimana citra menyembunyikan dan memberi gambar yang salah akan realitas
c)      citra menyembunyikan bahwa tidak ada realitas. Lalu citra bermain menjadi penampakannya.
d)     Citra tidak ada hubugan sama sekali dengan realitas apapun: ia hanya menjadi yang menyerupai dirinya.
  1. Tiada perlawanan terorganisir dan bentuk baru sensor
Media sebetulnya punya kesempatan mempengaruhi masyarakat dengan menanamkan kebebasan dan inisiatif, tetapi media justru semakin membuat pembaca atau audiens tergantung dan konplusif. Sehingga sulit untuk membentuk pikiran kritis dan penilaian yang refleksif. Dalam bayang-bayang pragmatisme ekonomi, logika komersial membuat refleksi diabaikan demi emosi, teori ditinggal demi penggunaan praktis yang mana keduanya mengandalkan argumentasi sehingga membuat tulisan menjadi lebih panjang atau pogram siaran membosankan.
Dewasa ini sensor tidak lagi tampak dalam bentuk primer karena bukan lagi masalah menghilangkan, memotong, melarang sejumlah aspek fakta atau menyembunyikannya. Dalam masyarakat demokratis, penguasa tidak lagi melarang wartawan memberitakan sesuatu. Tidak ada larangan atau pembatasan terhadap Koran. Sensor bersembunyi dalam aspek ekonomi atau komersial.
  1. Tiga syarat kemungkinan etika komunikasi
Ada tiga alasan penerapan etika komunikasi semakin mendesak:
  1. Media mempunyai kekuasaan dan efek yang dahsyat terhadap public. Padahal media mudah memanipulasi dan menganilienasi audiens. Dengan demikian etika komunikasi mau melindungi public yang lemah.
  2. Etika komunikasi merupakan upaya untuk mejnjaga keseimbangan antara kebebasan berekpresi dan tanggung jawab.
  3. Mencoba menghindari sedapat mungkin dampak negative dari logika instrumental yang mana logika ini cenderung mengabaikan nilai dan makna, yang penting mempertahankan kredibilitas pers di depan public.  

  (SUMBER:HARYATMOKO )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar